Energy Transition

Transisi Energi di Era Pemotongan Anggaran: Peran Swasta Jadi Kunci

sustainabilitypioneers – Transisi energi di era pemotongan anggaran menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam mencapai target energi terbarukan. Pemerintah harus mencari solusi untuk memastikan keberlanjutan proyek energi bersih tetap berjalan meskipun anggaran terbatas. Dalam kondisi fiskal yang ketat, kerjasama dengan sektor swasta menjadi langkah penting. Investasi dari pihak swasta dapat membantu menutupi kekurangan dana dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Pada tahun 2024, investasi di sektor EBTKE hanya mencapai 1,8 miliar dolar AS, jauh di bawah target 2,6 miliar dolar AS. Pemerintah perlu mencari strategi yang tepat agar transisi energi tetap berjalan sesuai rencana.

Tantangan dalam Investasi Energi Bersih

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengungkapkan beberapa faktor utama yang menghambat investasi energi bersih. Salah satunya adalah struktur industri kelistrikan yang belum mendukung pengembangan energi terbarukan secara optimal.

Selain itu, kebijakan yang kurang kondusif, risiko investasi yang tinggi, serta preferensi terhadap batubara melalui kebijakan domestic market obligation (DMO) juga menjadi penghambat utama. Tanpa reformasi kebijakan yang jelas, investasi energi bersih sulit berkembang. Fabby menekankan bahwa pemerintah harus segera membuka peluang lebih luas bagi sektor swasta untuk berinvestasi di bidang energi terbarukan. Dengan keterlibatan swasta, target transisi energi dapat lebih mudah tercapai.

“Baca juga: Menghadapi Disrupsi Energi dengan Inovasi Teknologi Terkini”

Peran Swasta dalam Transisi Energi

Menurut IESR, pemerintah perlu mengoptimalkan investasi swasta untuk mendukung pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah investasi melalui PLN untuk proyek PLTS skala utilitas.

Selain itu, investasi swasta juga dapat dilakukan melalui pengembangan PLTS atap oleh konsumen industri, bisnis, dan rumah tangga. Dengan mekanisme ini, masyarakat dapat berkontribusi langsung dalam pengembangan energi bersih. Agar investasi sektor swasta dapat berkembang, IESR merekomendasikan beberapa langkah strategis. Reformasi kebijakan harus dilakukan, termasuk mengkaji ulang kebijakan DMO batubara dan subsidi energi yang masih berpihak pada bahan bakar fosil.

Meningkatkan Daya Tarik Investasi Energi Terbarukan

Untuk meningkatkan daya tarik investasi energi bersih, pemerintah juga perlu menyederhanakan proses perizinan. Kemudahan akses bagi konsumen yang ingin beralih ke energi terbarukan menjadi faktor penting dalam percepatan transisi energi. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa bauran energi terbarukan pada 2024 hanya meningkat dari 13,9 persen menjadi 14,1 persen. Angka ini masih jauh dari target 19,5 persen yang harus dicapai tahun ini.

Langkah lain untuk mengatasi hambatan pendanaan adalah dengan memanfaatkan Just Energy Transition Partnership (JETP). Program ini menyediakan pendanaan bagi negara berkembang untuk mempercepat transisi energi mereka. Namun, pencairan dana JETP masih berjalan lambat. Pemerintah perlu lebih aktif dalam menyiapkan usulan proyek yang layak investasi agar dana tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal.

“Simak juga: Zelensky dan Trump Negosiasi Kesepakatan Kritis soal Logam Tanah Jarang”

Membatasi Produksi Batubara untuk Mendukung Transisi Energi

Selain mendorong investasi energi terbarukan, pemerintah juga perlu mengambil langkah tegas dalam membatasi produksi batubara. Pada tahun ini, produksi batubara mencapai 836 juta ton, menunjukkan ketidakseimbangan dalam komitmen transisi energi.

Transisi Energi di Era Pemotongan Anggaran harus tetap menjadi prioritas utama pemerintah. Pemerintah harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari ketergantungan terhadap batubara. Kajian IESR menunjukkan bahwa biaya produksi listrik akan lebih murah jika energi terbarukan berkontribusi lebih dari 30 persen dalam sistem kelistrikan pada 2030. Dengan adanya pemotongan anggaran, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi solusi utama. Tanpa keterlibatan swasta, target transisi energi akan semakin sulit tercapai dalam waktu yang ditentukan.

Recent Posts

Perkuat Kerja Sama Energi Bersih, Indonesia dan Korea Selatan Dorong Industri Kendaraan Listrik

sustainabilitypioneers – Indonesia dan Korea Selatan terus memperkuat kerja sama di sektor energi bersih dan industri kendaraan listrik. Langkah ini bertujuan…

8 hours ago

Jerman Memimpin Transisi Energi: Studi Kasus Energiewende sebagai Pionir Global

sustainabilitypioneers – Jerman Memimpin Transisi Energi melalui kebijakan yang dikenal sebagai Energiewende. Kebijakan ini berfokus pada peralihan dari energi fosil ke…

2 days ago

Mengurangi Dampak Perubahan Iklim Melalui Transisi Energi Terbarukan: Langkah Dunia Menuju Masa Depan Hijau

sustainabilitypioneers – Mengurangi dampak perubahan iklim melalui transisi energi terbarukan semakin menjadi fokus utama dunia. Negara-negara di seluruh dunia kini berkomitmen…

2 days ago

Meski Menuju Energi Hijau, DPR Sebut Gas dan Batu Bara Masih Dibutuhkan RI

sustainabilitypioneers – DPR Sebut Gas dan Batu Bara Masih Dibutuhkan RI meskipun Indonesia tengah fokus pada transisi menuju energi hijau. Ketua…

3 days ago

Menghemat Pengeluaran dengan Hidup Hijau: Dampak Positif bagi Keuangan Anda

sustainabilitypioneers – Menghemat pengeluaran dengan hidup hijau adalah pilihan yang tidak hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga untuk keuangan pribadi. Banyak…

4 days ago

Pemerintah Tegaskan Komitmen Ekonomi Hijau di COP 29: Langkah Berani Menuju Masa Depan Berkelanjutan

sustainabilitypioneers – Pemerintah Tegaskan Komitmen Ekonomi Hijau pada COP 29 yang berlangsung di Baku, Azerbaijan. Indonesia kembali menunjukkan tekadnya untuk berperan…

5 days ago