sustainabilitypioneers – Indonesia kini tengah berada di jalur transformasi energi yang memanfaatkan potensi besar energi terbarukan untuk mendorong perubahan signifikan dalam sektor energi global. Salah satu hal yang menjadi fokus utama adalah pengembangan hidrogen hijau, yang diharapkan menjadi pilar utama bagi Indonesia dalam mengatasi tantangan dekarbonisasi dan mendorong perekonomian hijau. Tahun 2025 diprediksi sebagai tahun yang krusial bagi negara ini dalam membangun ekosistem hidrogen hijau yang kompetitif dan berkelanjutan.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, periode 2025 hingga 2030 akan menjadi masa yang sangat penting untuk memulai pembangunan ekosistem hidrogen hijau di Indonesia. Hidrogen hijau sendiri diproduksi melalui proses elektrolisis air yang menggunakan sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan hidroelektrik. Proses ini menghasilkan hidrogen tanpa emisi karbon, berbeda dengan hidrogen yang diproduksi melalui proses steam methane reforming (SMR) yang bergantung pada gas alam.
Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan hidrogen hijau berkat ketersediaan sumber daya energi terbarukan yang melimpah. Negara ini diperkirakan memiliki potensi energi terbarukan sebesar 3.687 gigawatt (GW), yang dapat digunakan sebagai modal utama dalam pengembangan hidrogen hijau. Potensi ini menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam pasar hidrogen hijau global di masa depan, apabila ekosistem pendukungnya dibangun dengan tepat.
“Baca juga: Kolaborasi untuk Masa Depan Hijau: Inisiatif Lingkungan Aeon Indonesia dan Eastvara”
Meskipun Indonesia memiliki potensi besar, Fabby Tumiwa menilai bahwa Strategi Hidrogen Nasional (SHN) yang telah dirancang pada 2023 masih belum merumuskan strategi yang cukup rinci untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau. Hal ini dapat menjadi hambatan utama dalam mencapai target untuk menjadikan hidrogen hijau sebagai komoditas yang kompetitif dan bersaing dengan hidrogen abu-abu yang dihasilkan dari gas alam.
Untuk mencapai keekonomian hidrogen hijau yang lebih baik, pemerintah Indonesia perlu serius menyusun peta jalan pengembangan yang jelas. Dalam hal ini mencakup aspek kebijakan, teknologi, dan infrastruktur. Salah satu hal penting yang harus dilakukan adalah menekan biaya listrik dari energi terbarukan hingga mencapai kurang dari 0,05 dollar AS per kWh. Menurut Fabby, biaya listrik yang rendah akan sangat menentukan biaya produksi hidrogen hijau yang kompetitif.
Selain itu, pembangunan infrastruktur hidrogen yang efisien juga sangat penting. Infrastruktur ini harus dibangun sedekat mungkin dengan lokasi permintaan agar biaya transportasi bisa ditekan. Pemerintah diharapkan dapat memberikan insentif dan subsidi guna mendukung penurunan biaya produksi hidrogen hijau. Sehingga harga hidrogen hijau dapat bersaing dengan hidrogen abu-abu dan biru yang masih mendominasi pasar global.
“Simak juga: MPV Listrik China Muncul, Nissan Serena dan Toyota Voxy Harus Waspada”
Hidrogen hijau diharapkan dapat memainkan peran penting dalam mendukung upaya dekarbonisasi Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencapai target net-zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi, hidrogen hijau dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil dalam berbagai sektor industri yang sulit didekarbonisasi. Seperti industri pupuk, semen, dan kilang minyak.
Pada tahun 2023, konsumsi hidrogen di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 1,75 juta ton per tahun. Dari jumlah ini, sebagian besar digunakan dalam produksi urea dan amonia yang merupakan bahan baku industri pupuk. Namun, hidrogen yang digunakan di Indonesia hingga saat ini sebagian besar merupakan hidrogen abu-abu yang memiliki intensitas karbon tinggi. Oleh karena itu, penting untuk memperkenalkan hidrogen hijau dalam industri-industri ini sebagai langkah awal menuju transisi energi yang lebih bersih.
Selain memenuhi kebutuhan energi domestik, Indonesia juga memiliki peluang besar untuk memproduksi hidrogen hijau dan amonia hijau sebagai komoditas ekspor. Dengan potensi energi terbarukan yang melimpah, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alamnya. Terutama untuk menghasilkan hidrogen hijau dengan harga yang lebih kompetitif, menjadikannya sebagai produk ekspor yang dapat bersaing di pasar global.
Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut, pemerintah Indonesia perlu membangun kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta dan internasional. Kolaborasi ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan produksi hidrogen hijau dan menciptakan pasar ekspor yang kuat. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energi domestiknya. Tetapi juga menjadi pemain utama dalam pasar energi global, terutama di kawasan Asia yang tengah bertransformasi menuju energi bersih.
sustainabilitypioneers – Konsep Green Building bukan hanya tentang memiliki banyak pepohonan di sekitar gedung. Seringkali, orang berpikir bahwa Green Building hanya…
sustainabilitypioneers – Transisi Energi 2025 akan menjadi titik balik penting dalam upaya dunia mengatasi tantangan perubahan iklim. Di tengah ketidakpastian politik…
sustainabilitypioneers – Tantangan Lingkungan Hidup 2025 menjadi sorotan utama di awal tahun ini, terutama di Indonesia, yang menghadapi dampak serius dari…
sustainabilitypioneers – Transisi energi tertunda, meskipun negara-negara G7 berjanji untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi…
sustainabilitypioneers – Indonesia terima hibah senilai 14,7 juta euro atau sekitar Rp 248,8 miliar dari Uni Eropa (UE) dan Perancis untuk…
sustainabilitypioneers – 10 Tren Konstruksi 2025 menunjukkan bagaimana sektor konstruksi semakin dipengaruhi oleh inovasi teknologi dan pendekatan yang lebih ramah…