Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di atas Waduk Cirata, Jawa Barat, Kamis (14/9/2023) Secara keseluruhan, PLTS Terapung Cirata akan menghasilkan energi sebesar 245 juta kWh per tahun dengan total investasi yang ditanam sebesar Rp 1,7 triliun dan dapat memasok listrik setara untuk 50.000 rumah tangga. Tempo/Tony Hartawan
sustainabilitypioneers – Transisi energi di era pemotongan anggaran menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam mencapai target energi terbarukan. Pemerintah harus mencari solusi untuk memastikan keberlanjutan proyek energi bersih tetap berjalan meskipun anggaran terbatas. Dalam kondisi fiskal yang ketat, kerjasama dengan sektor swasta menjadi langkah penting. Investasi dari pihak swasta dapat membantu menutupi kekurangan dana dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
Pada tahun 2024, investasi di sektor EBTKE hanya mencapai 1,8 miliar dolar AS, jauh di bawah target 2,6 miliar dolar AS. Pemerintah perlu mencari strategi yang tepat agar transisi energi tetap berjalan sesuai rencana.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengungkapkan beberapa faktor utama yang menghambat investasi energi bersih. Salah satunya adalah struktur industri kelistrikan yang belum mendukung pengembangan energi terbarukan secara optimal.
Selain itu, kebijakan yang kurang kondusif, risiko investasi yang tinggi, serta preferensi terhadap batubara melalui kebijakan domestic market obligation (DMO) juga menjadi penghambat utama. Tanpa reformasi kebijakan yang jelas, investasi energi bersih sulit berkembang. Fabby menekankan bahwa pemerintah harus segera membuka peluang lebih luas bagi sektor swasta untuk berinvestasi di bidang energi terbarukan. Dengan keterlibatan swasta, target transisi energi dapat lebih mudah tercapai.
“Baca juga: Menghadapi Disrupsi Energi dengan Inovasi Teknologi Terkini”
Menurut IESR, pemerintah perlu mengoptimalkan investasi swasta untuk mendukung pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah investasi melalui PLN untuk proyek PLTS skala utilitas.
Selain itu, investasi swasta juga dapat dilakukan melalui pengembangan PLTS atap oleh konsumen industri, bisnis, dan rumah tangga. Dengan mekanisme ini, masyarakat dapat berkontribusi langsung dalam pengembangan energi bersih. Agar investasi sektor swasta dapat berkembang, IESR merekomendasikan beberapa langkah strategis. Reformasi kebijakan harus dilakukan, termasuk mengkaji ulang kebijakan DMO batubara dan subsidi energi yang masih berpihak pada bahan bakar fosil.
Untuk meningkatkan daya tarik investasi energi bersih, pemerintah juga perlu menyederhanakan proses perizinan. Kemudahan akses bagi konsumen yang ingin beralih ke energi terbarukan menjadi faktor penting dalam percepatan transisi energi. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa bauran energi terbarukan pada 2024 hanya meningkat dari 13,9 persen menjadi 14,1 persen. Angka ini masih jauh dari target 19,5 persen yang harus dicapai tahun ini.
Langkah lain untuk mengatasi hambatan pendanaan adalah dengan memanfaatkan Just Energy Transition Partnership (JETP). Program ini menyediakan pendanaan bagi negara berkembang untuk mempercepat transisi energi mereka. Namun, pencairan dana JETP masih berjalan lambat. Pemerintah perlu lebih aktif dalam menyiapkan usulan proyek yang layak investasi agar dana tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal.
“Simak juga: Zelensky dan Trump Negosiasi Kesepakatan Kritis soal Logam Tanah Jarang”
Selain mendorong investasi energi terbarukan, pemerintah juga perlu mengambil langkah tegas dalam membatasi produksi batubara. Pada tahun ini, produksi batubara mencapai 836 juta ton, menunjukkan ketidakseimbangan dalam komitmen transisi energi.
Transisi Energi di Era Pemotongan Anggaran harus tetap menjadi prioritas utama pemerintah. Pemerintah harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari ketergantungan terhadap batubara. Kajian IESR menunjukkan bahwa biaya produksi listrik akan lebih murah jika energi terbarukan berkontribusi lebih dari 30 persen dalam sistem kelistrikan pada 2030. Dengan adanya pemotongan anggaran, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi solusi utama. Tanpa keterlibatan swasta, target transisi energi akan semakin sulit tercapai dalam waktu yang ditentukan.
sustainabilitypioneers – Carbon Capture and Storage (CCS) adalah solusi teknologi yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan oleh…
sustainabilitypioneers – Potensi Hidrogen Hijau sebagai bahan bakar alternatif semakin diperhitungkan dalam upaya mengatasi krisis energi global. Dengan menggunakan energi terbarukan,…
sustainabilitypioneers – Mengubah limbah menjadi biochar adalah inovasi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas tanah dan mengurangi…
sustainabilitypioneers – Mengoptimalkan Energi Gravitasi menjadi salah satu cara inovatif untuk menghasilkan listrik. Dengan memanfaatkan potensi energi dari benda yang dijatuhkan,…
sustainabilitypioneers – Energi Thermoelektrik adalah teknologi yang dapat mengubah perbedaan suhu menjadi listrik. Konsep ini berfokus pada pemanfaatan panas yang ada…
sustainabilitypioneers – Pembangkit listrik biomassa menjadi salah satu solusi inovatif untuk menghasilkan energi ramah lingkungan. Menggunakan limbah organik, teknologi ini…