
sustainabilitypioneers – Soeharto telah menjadi sosok yang menggambarkan kepribadian bangsa Indonesia dengan segala kompleksitasnya. Dalam perjalanan sejarahnya, ia tidak hanya dikenal sebagai mantan presiden, tetapi juga sebagai simbol yang mencerminkan watak nasional. Bangsa ini sering dikatakan berbudaya pemaaf, dan Soeharto adalah perwujudannya. Ia menjadi lambang bagaimana dosa-dosa politik dan kemanusiaan bisa tertutupi oleh narasi pembangunan yang menenangkan. Selama tiga puluh dua tahun memimpin, ia membawa stabilitas yang dirindukan masyarakat, meski dibangun di atas ketakutan dan kontrol yang ketat. Banyak orang masih mengingatnya dengan senyum lembut dan sebutan Bapak Pembangunan, seolah masa kelam yang terjadi hanyalah harga wajar demi kemajuan. Sosok ini membuktikan bahwa dalam politik Indonesia, memaafkan bukan soal moral, melainkan kebiasaan sosial yang sudah mengakar kuat.
Soeharto menunjukkan bahwa kekuasaan tidak selalu harus dibangun atas dasar kebebasan, melainkan bisa bertahan dengan kontrol dan disiplin yang kaku. Ia menyingkirkan lawan politik, membungkam media, dan menjadikan stabilitas sebagai dogma negara. Namun anehnya, banyak rakyat justru merasa nyaman di bawah situasi itu. Dalam keheningan, masyarakat menikmati keteraturan yang ia ciptakan, meski kebebasan berpikir harus dikorbankan. Di bawah Orde Baru, rakyat belajar untuk patuh dan merasa aman tanpa banyak bertanya. Soeharto memahami psikologi bangsanya yang lebih mencintai ketertiban dibandingkan keadilan. Dalam pandangan publik, pengorbanan kebebasan dianggap wajar demi ketenangan hidup. Ketika akhirnya reformasi datang membawa kebebasan, justru banyak yang merasa kehilangan arah. Itulah paradoks besar warisan Soeharto, kekuasaan yang dikritik keras namun tetap dirindukan oleh banyak orang hingga kini.
Soeharto dikenal karena keberhasilannya membangun ekonomi berbasis loyalitas dan kekeluargaan. Di masa pemerintahannya, muncul kelompok ekonomi kuat yang berakar dari kedekatan dengan kekuasaan. Sistem ekonomi itu memang efisien, tetapi efisien hanya untuk mereka yang setia padanya. Anak-anaknya tumbuh sebagai pengusaha sukses, sementara kroni menjadi konglomerat yang menguasai berbagai sektor penting. Rakyat banyak menjadi penonton yang sabar, menikmati stabilitas tanpa banyak pilihan. Korupsi berkembang menjadi budaya, bukan karena rakyat tidak tahu, tetapi karena sudah dianggap bagian dari mekanisme bertahan hidup. Ketika lembaga dunia menuduhnya sebagai salah satu pemimpin paling korup, bangsa ini justru menanggapinya dengan bangga. Soeharto berhasil menanamkan keyakinan bahwa kekuasaan dan kekayaan adalah dua hal yang wajar berjalan beriringan. Ia mengajarkan bahwa keberhasilan bisa diukur bukan dari keadilan, tetapi dari seberapa tenang rakyat menjalani hidupnya.
“Simak juga: Full Spoiler One Piece 1163: Berubahnya Rocks Menjadi Iblis!”
Soeharto meninggalkan warisan yang jauh melampaui kebijakan ekonomi dan politik. Ia mengubah cara bangsa ini memandang kebenaran dan sejarah. Di bawah pemerintahannya, narasi masa lalu diatur sedemikian rupa agar menenangkan. Pembunuhan massal disebut penyelamatan, penangkapan tanpa proses hukum disebut tindakan tegas. Kebenaran menjadi sesuatu yang fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan kekuasaan. Dari situ bangsa ini belajar bahwa kebohongan yang diulang cukup lama dapat berubah menjadi kenyataan yang diterima. Generasi setelahnya pun tumbuh dengan kebiasaan memaafkan tanpa menuntut pertanggungjawaban. Dalam konteks ini, Soeharto tidak hanya memimpin, tetapi juga mendidik bangsa agar terbiasa dengan kompromi moral. Setiap kali terjadi pelanggaran hak asasi, masyarakat cenderung diam dan menunggu waktu hingga semuanya terlupakan. Inilah warisan moral terbesar yang tertanam kuat, bahkan setelah ia tiada.
Kini, dua dekade setelah kejatuhannya, citra Soeharto perlahan pulih di mata publik. Namanya kembali muncul di baliho, wajahnya terpampang di acara-acara peringatan, dan sebagian masyarakat mulai menyebutnya pahlawan. Banyak yang merindukan masa stabil di bawah kepemimpinannya, tanpa menyadari harga yang harus dibayar. Generasi muda mengenalnya bukan dari sejarah kelam, tetapi dari cerita nostalgia orang tua yang mengagumi ketertiban dan pembangunan. Dalam situasi sosial yang penuh ketidakpastian, kerinduan itu menemukan ruang untuk tumbuh. Ketika korupsi masih marak dan politik terus gaduh, sosok lama itu kembali dianggap sebagai simbol keteraturan. Jika suatu hari Soeharto benar-benar ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, hal itu bukan sekadar keputusan politik, melainkan cermin moral bangsa. Sebab pada akhirnya, setiap bangsa akan memuliakan figur yang paling merepresentasikan dirinya, dan dalam kasus Indonesia, figur itu bernama Soeharto.
Artikel ini bersumber dari kompas dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di sustainabilitypioneers
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa
sustainabilitypioneers – Aqua tengah menjadi sorotan publik setelah muncul hasil inspeksi di salah satu pabrik yang mengindikasikan penggunaan air tanah dari…
sustainabilitypioneers – Najwa Shihab baru-baru ini membagikan momen liburannya yang menyenangkan ke Yunani bersama ketiga saudaranya. Keempat putri cendekiawan muslim Quraish…
sustainabilitypioneers – Karen Agustiawan menyampaikan bahwa penghentian operasi Terminal Orbit Merak dapat berdampak besar pada distribusi energi nasional. Pernyataan ini muncul…
sustainabilitypioneers – Pertamax menjadi sorotan utama konsumen bahan bakar di Indonesia sepanjang bulan Oktober. Program diskon harga yang diberikan Pertamina Patra…
sustainabilitypioneers – Gunung Lewotobi kembali menunjukkan aktivitas vulkaniknya dalam dua pekan terakhir dan menimbulkan dampak luas bagi masyarakat sekitar. Letusan ini…
sustainabilitypioneers – Whoosh menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan setelah pernyataan terbuka dari Luhut Binsar Pandjaitan. Proyek kereta cepat ini sejak…