sustainabilitypioneers – Family Office menjadi sorotan panas dalam perdebatan kebijakan ekonomi nasional setelah usulan pembentukannya ditolak secara tegas oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Penolakan ini muncul karena ide tersebut dianggap tidak pantas jika menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Konsep Family Office awalnya digagas oleh Luhut Binsar Pandjaitan saat masih menjabat sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ide ini berangkat dari keberhasilan negara lain seperti Singapura dan Hong Kong dalam menarik dana investasi melalui Family Office. Namun Purbaya dengan tegas menyatakan bahwa pembangunan semacam itu harus menggunakan dana mandiri dan bukan dana publik. Sikap keras ini menjadi penanda bahwa arah kebijakan fiskal Indonesia sedang diarahkan untuk fokus pada program yang dianggap lebih mendesak dan tepat sasaran oleh Kementerian Keuangan.
Family Office yang diusulkan oleh Luhut awalnya diharapkan dapat menjadi sarana untuk menarik investasi asing dalam jumlah besar. Namun rencana tersebut mendapatkan penolakan keras dari Purbaya. Ia menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan mengalihkan anggaran dari APBN untuk membiayai pembangunan Family Office. Dalam pernyataannya ia mempersilakan pihak Dewan Ekonomi Nasional jika ingin membangun Family Office menggunakan dana sendiri. Penegasan ini menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan lebih memilih menjaga stabilitas fiskal negara daripada mendanai proyek yang belum jelas bentuk dan konsepnya. Purbaya bahkan menegaskan tidak terlibat dalam rencana tersebut serta mengaku belum memahami secara rinci mekanisme yang akan dijalankan oleh Family Office. Pandangannya ini memberi sinyal kuat bahwa kebijakan fiskal akan dijaga ketat agar tidak digunakan untuk proyek yang belum terbukti manfaat ekonominya secara konkret bagi masyarakat luas.
Meski mendapat penolakan dari Purbaya rencana pembentukan lembaga pengelola dana keluarga terus didorong oleh Luhut. Ia berpendapat bahwa keberadaan lembaga ini bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat keuangan baru di kawasan Asia. Luhut mencontohkan negara seperti Singapura yang telah memiliki lebih dari seribu lembaga serupa dan berhasil menarik investasi dalam jumlah fantastis. Ia juga menyebut potensi investasi yang dapat masuk ke Indonesia melalui skema tersebut mencapai ratusan miliar dolar Amerika. Dalam pandangan Luhut model seperti ini dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya tarik investor asing. Menurutnya pemerintah tidak boleh melewatkan peluang besar yang sudah dimanfaatkan oleh banyak negara. Walau begitu dorongan ini tetap memunculkan kontroversi karena banyak pihak menilai Indonesia harus memastikan kesiapan regulasi dan infrastruktur sebelum membangun pusat investasi skala besar.
Dalam penjelasannya Purbaya menyatakan bahwa pemerintah hanya akan memberikan anggaran untuk program yang jelas arah dan manfaatnya. Ia menyebut pelaksanaan program negara harus tepat waktu tepat sasaran dan tidak boleh ada kebocoran dana. Oleh karena itu proyek seperti Family Office tidak akan mendapatkan prioritas pembiayaan dari APBN. Purbaya juga menegaskan bahwa semua program yang didanai negara akan diawasi secara ketat untuk memastikan efisiensi dan akuntabilitas. Pandangan ini memperlihatkan sikap kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran publik. Fokus anggaran akan diarahkan pada sektor yang secara langsung memberi dampak positif bagi masyarakat luas. Penolakan ini bukan sekadar langkah politik melainkan juga bentuk tanggung jawab terhadap stabilitas keuangan negara yang sedang dihadapkan pada tantangan ekonomi global.
Rencana pembentukan Family Office membawa perdebatan besar mengenai arah kebijakan investasi nasional. Pemerintah berada di persimpangan antara menjaga ketat penggunaan anggaran negara atau membuka peluang investasi dengan mekanisme baru. Luhut yang terus mendorong pembentukan Family Office berusaha menarik investor global dengan skema pajak yang lebih fleksibel. Sementara Purbaya memilih menjaga anggaran negara dari pembiayaan proyek yang dianggap belum jelas efektivitasnya. Situasi ini menggambarkan perbedaan strategi dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang semakin kompetitif. Di satu sisi Indonesia ingin menarik modal asing dalam jumlah besar di sisi lain prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara tetap dijaga. Perdebatan ini menunjukkan bagaimana kebijakan investasi dapat menentukan arah pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Artikel ini bersumber dari cnnindonesia dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di sustainabilitypioneers
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa
sustainabilitypioneers – Pohon Emas menjadi perbincangan hangat setelah para ilmuwan menemukan fakta mencengangkan tentang tumbuhan yang mampu menghasilkan partikel emas di…
sustainabilitypioneers – Banjir Medan menjadi perhatian besar sejak Minggu dini hari saat lima kecamatan di Kota Medan terendam air akibat luapan…
sustainabilitypioneers – BTC menjadi sorotan utama pasar global sejak pengumuman kebijakan perdagangan terbaru dari Amerika Serikat yang mengguncang ekonomi dunia.…
sustainabilitypioneers – Arief Prasetyo Adi menjadi sorotan publik setelah posisinya sebagai Kepala Badan Pangan Nasional Indonesia resmi digantikan oleh Menteri Pertanian…
sustainabilitypioneers – Purbaya hadir dalam pertemuan penting antara DPR RI dan sejumlah pejabat Kabinet Merah Putih yang berlangsung di ruang pimpinan…
sustainabilitypioneers – Prakiraan Cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG menunjukkan potensi cuaca ekstrem di sejumlah wilayah Indonesia pada…