sustainabilitypioneers – Gempabumi yang mengguncang Kabupaten Sumenep pada Selasa malam 30 September lalu kembali membuka catatan panjang tentang potensi bencana di wilayah tersebut. BMKG menyebutkan bahwa Sumenep Jawa Timur tidak asing dengan kejadian gempa merusak sejak abad ke 19. Data historis menunjukkan sejumlah peristiwa gempabumi besar yang menimbulkan kerusakan bahkan korban jiwa. Pada guncangan terbaru dengan magnitudo 6.0 pusat gempa berada di laut dengan kedalaman 12 kilometer pada koordinat 7.35 LS dan 114.22 BT atau sekitar 58 kilometer tenggara Sumenep. Gempa ini termasuk dalam jenis tektonik kerak dangkal akibat aktivitas sesar aktif di dasar laut. Sumber energinya berasosiasi dengan perpanjangan sesar offshore Zona Kendeng atau Madura Strait Back Arc Thrust. Mekanisme yang terjadi berupa pergerakan naik atau thrust fault yang berpotensi memberikan guncangan cukup kuat pada permukaan daratan termasuk di Pulau Sapudi.
Sejarah mencatat sedikitnya tujuh kali gempabumi merusak pernah melanda Sumenep dan sekitarnya. Salah satunya terjadi pada tahun 1863 kemudian gempa besar tahun 1891 di Sumenep Sapudi serta guncangan lain pada tahun 1904. Dalam catatan modern masyarakat masih mengingat gempa berkekuatan 6.4 magnitudo pada 11 Oktober 2018 yang menewaskan tiga orang melukai 34 orang serta merusak lebih dari 200 rumah. Selain itu gempa magnitudo 4.9 pada Juni 2018 dan magnitudo 5.0 pada Maret 2019 juga menyebabkan kerusakan cukup signifikan pada rumah warga. Peristiwa lainnya tercatat pada April 2019 dengan magnitudo 4.9 yang mengakibatkan kerusakan di Pulau Raas. Rangkaian peristiwa tersebut menegaskan bahwa Sumenep bukan wilayah yang steril dari ancaman gempabumi sehingga kewaspadaan menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat yang tinggal di sana.
Gempa bermagnitudo 6.0 yang terjadi pada 30 September berdampak cukup kuat di Pulau Sapudi. Intensitas guncangan mencapai skala V sampai VI MMI yang mengakibatkan puluhan bangunan rusak ringan sedang hingga berat. Sejumlah wilayah lain seperti Sumenep Pamekasan dan Surabaya turut merasakan guncangan pada skala III sampai IV MMI sementara Bali hingga Lombok merasakan getaran skala II sampai III MMI. Laporan awal menyebutkan 22 bangunan mengalami kerusakan. Faktor yang memperparah dampak di Pulau Sapudi adalah hiposenter gempa yang dangkal kondisi tanah yang lunak serta struktur bangunan masyarakat yang tidak memenuhi standar tahan gempa. Guncangan menyebabkan warga panik dan banyak yang keluar rumah untuk mencari tempat aman. Hingga Rabu siang BMKG mencatat lebih dari 117 kali gempa susulan dengan magnitudo terbesar 4.4 yang membuat warga semakin waspada terhadap kemungkinan guncangan berikutnya.
Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan bahwa gempa tersebut dipicu oleh sesar aktif di dasar laut. Mekanisme yang dominan adalah pergerakan naik atau thrust fault. Aktivitas ini berasosiasi dengan perpanjangan sesar offshore Zona Kendeng atau Madura Strait Back Arc Thrust. Karakteristik gempa kerak dangkal menjadikan energi guncangan lebih cepat dirasakan di permukaan sehingga potensi kerusakan lebih besar. Menurut Daryono data historis yang menunjukkan adanya catatan panjang gempabumi merusak harus dijadikan peringatan serius. Kondisi struktur tanah di sejumlah daerah terutama di Pulau Sapudi membuat guncangan semakin kuat terasa. Ditambah lagi banyak rumah warga yang dibangun tanpa mempertimbangkan ketahanan gempa sehingga rawan roboh. BMKG terus memantau aktivitas susulan dan memberikan informasi resmi untuk dipatuhi masyarakat agar terhindar dari hoaks.
Direktorat Gempabumi BMKG mengimbau masyarakat di Jawa Timur khususnya Sumenep agar meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi gempa di masa mendatang. Masyarakat disarankan memastikan rumah dan bangunan tempat tinggal memenuhi standar tahan gempa. Sosialisasi mengenai mitigasi bencana perlu ditingkatkan agar warga lebih memahami langkah penyelamatan ketika terjadi guncangan. BMKG menekankan bahwa gempa tidak dapat diprediksi secara tepat waktunya namun kesiapan masyarakat dapat mengurangi risiko. Kepanikan sebaiknya dihindari dan masyarakat hanya dianjurkan untuk mengikuti informasi resmi dari BMKG BNPB maupun BPBD setempat. Catatan panjang peristiwa gempabumi yang terjadi di Sumenep menjadi bukti bahwa wilayah ini rawan sehingga perlu strategi mitigasi terpadu. Upaya pencegahan kerusakan yang lebih parah dapat dilakukan dengan perbaikan struktur bangunan serta peningkatan kesadaran akan pentingnya kesiapsiagaan di tengah masyarakat.
Artikel ini bersumber dari www.antaranews.com dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di sustainabilitypioneers
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa
sustainabilitypioneers – Pertamina kembali menjadi sorotan publik setelah Vivo dan BP-AKR membatalkan rencana pembelian base fuel yang sebelumnya telah disepakati. Rencana…
sustainabilitypioneers – Prakiraan cuaca hari ini Selasa 30 September 2025 kembali menjadi perhatian publik seiring peralihan musim ke penghujan. Badan Meteorologi…
sustainabilitypioneers – Pertamina kembali menjadi pusat perhatian publik seiring kabar rencana Shell untuk melepas jaringan SPBU di Indonesia pada 2026. Perusahaan…
sustainabilitypioneers – Tony Blair kembali menjadi sorotan dunia setelah Gedung Putih dikabarkan mendukung dirinya untuk memimpin pemerintahan sementara di Gaza.…
sustainabilitypioneers – Netanyahu menciptakan momen mengejutkan saat menyampaikan pidato dalam Sidang Majelis Umum PBB. Di tengah ruangan yang sebagian besar kursinya…
sustainabilitypioneers – Erdogan menjadi salah satu tokoh dunia yang disebut langsung memuji pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Majelis Umum ke-80…