sustainabilitypioneers – Pertamina kembali menjadi sorotan publik setelah Vivo dan BP-AKR membatalkan rencana pembelian base fuel yang sebelumnya telah disepakati. Rencana pembelian ini muncul sebagai solusi atas keterbatasan pasokan bahan bakar minyak di SPBU swasta. Pemerintah lewat Kementerian ESDM disebut hanya bertindak sebagai fasilitator agar badan usaha dapat menjalin kerja sama secara bisnis langsung. Namun dalam praktiknya, rencana tersebut urung terealisasi. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa proses komunikasi antara pihak swasta dan Pertamina masih berlangsung dalam skema business to business. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk ikut campur dalam keputusan akhir antara dua entitas bisnis. Pembatalan pembelian base fuel oleh dua operator SPBU besar ini memunculkan banyak spekulasi, terutama terkait kandungan etanol yang menjadi bahan utama dalam BBM campuran milik Pertamina dan dianggap kurang sesuai oleh pihak pembeli.
Permasalahan utama dalam batalnya pembelian BBM oleh Vivo dan BP berasal dari kandungan etanol dalam produk base fuel milik Pertamina. SPBU swasta disebut keberatan dengan adanya kandungan etanol sebesar 3,5 persen dalam bahan bakar tersebut. Menurut pernyataan dari Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar, kandungan etanol dalam base fuel sebenarnya masih sesuai regulasi yang memperbolehkan hingga 20 persen. Namun pihak SPBU swasta memilih untuk tidak melanjutkan kesepakatan karena menilai adanya potensi dampak terhadap performa atau kesesuaian teknis dengan infrastruktur mereka. Sebelumnya, Vivo bahkan telah merencanakan pembelian sebanyak 40.000 barrel base fuel dari Pertamina. Kesepakatan ini menjadi inisiatif pasca anjuran dari Kementerian ESDM agar kedua pihak menjalin kerja sama B2B. Namun, realisasinya tidak berjalan mulus akibat ketidaksesuaian spesifikasi bahan bakar yang ditawarkan. Hal ini mencerminkan pentingnya penyelarasan teknis dalam kerja sama energi.
Menteri Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa posisi pemerintah dalam rencana kerja sama antara SPBU swasta dengan Pertamina hanya sebatas sebagai penghubung. Kementerian ESDM memberikan dorongan agar perusahaan swasta dapat memperoleh pasokan BBM yang stabil tanpa kekurangan. Namun saat urusan telah memasuki tahap kesepakatan bisnis, maka peran pemerintah langsung dilepaskan dan diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar. Pemerintah tidak memaksakan satu formula tertentu terhadap para pelaku usaha karena proses itu murni berada di bawah prinsip B2B. Komunikasi antara Pertamina dan pihak SPBU swasta juga masih terus berlangsung meski belum ada keputusan lanjutan terkait pembelian ulang. Dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor BPH Migas, Bahlil menjelaskan bahwa koordinasi antarpihak tetap dilakukan namun tidak dalam bentuk intervensi pemerintah. Model seperti ini dianggap paling adil dan fleksibel bagi kedua belah pihak yang memiliki kepentingan komersial masing-masing.
Vivo disebut sebelumnya telah menyetujui pembelian base fuel dari Pertamina dalam jumlah yang cukup besar. Rencana pembelian mencapai 40.000 barrel menjadi bagian dari antisipasi kebutuhan bahan bakar di jaringan SPBU mereka. Namun setelah dilakukan peninjauan teknis, pembatalan pun diumumkan karena spesifikasi kandungan bahan bakar dinilai tidak sesuai. Kandungan etanol sebesar 3,5 persen menjadi titik utama yang tidak dapat diterima oleh pihak Vivo dan BP. Kendati regulasi memperbolehkan penggunaan etanol hingga 20 persen, masing-masing operator SPBU memiliki kebijakan dan kebutuhan teknis sendiri. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengikuti arahan ESDM terkait mekanisme B2B. Namun karena tidak ada kesepakatan final dari mitra pembeli, transaksi belum bisa dilanjutkan. Pembatalan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pertamina dalam menjalin kerja sama dengan pihak swasta ke depan. Respons publik terhadap hal ini juga cukup luas karena melibatkan distribusi BBM di sektor non-pemerintah.
Dalam menyikapi keputusan Vivo dan BP, Menteri Bahlil memberikan respons yang terkesan tenang namun tetap mengandung penegasan bahwa pemerintah tidak akan ikut campur. Menurutnya, model business to business merupakan pendekatan paling ideal bagi kerja sama energi dalam sistem pasar terbuka. Pemerintah cukup memfasilitasi pertemuan antara pihak swasta dan Pertamina, selanjutnya kedua pihak harus menyepakati detail teknis dan komersial secara mandiri. Ia juga menegaskan bahwa proses komunikasi masih berjalan dan belum dinyatakan sepenuhnya gagal. Namun karena pembelian belum terjadi, maka wajar jika masyarakat mempertanyakan kelanjutannya. Bahlil juga menyampaikan bahwa pemerintah tetap membuka ruang bagi diskusi lanjutan selama dalam konteks kemitraan yang sehat. Pernyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah tetap hadir namun tidak mengatur isi dari kerja sama. Dalam ekosistem energi modern, kepercayaan antara penyedia dan pembeli menjadi pondasi utama dalam setiap transaksi yang terjadi.
Artikel ini bersumber dari money.kompas.com dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di sustainabilitypioneers
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa
sustainabilitypioneers – Gempabumi yang mengguncang Kabupaten Sumenep pada Selasa malam 30 September lalu kembali membuka catatan panjang tentang potensi bencana di…
sustainabilitypioneers – Prakiraan cuaca hari ini Selasa 30 September 2025 kembali menjadi perhatian publik seiring peralihan musim ke penghujan. Badan Meteorologi…
sustainabilitypioneers – Pertamina kembali menjadi pusat perhatian publik seiring kabar rencana Shell untuk melepas jaringan SPBU di Indonesia pada 2026. Perusahaan…
sustainabilitypioneers – Tony Blair kembali menjadi sorotan dunia setelah Gedung Putih dikabarkan mendukung dirinya untuk memimpin pemerintahan sementara di Gaza.…
sustainabilitypioneers – Netanyahu menciptakan momen mengejutkan saat menyampaikan pidato dalam Sidang Majelis Umum PBB. Di tengah ruangan yang sebagian besar kursinya…
sustainabilitypioneers – Erdogan menjadi salah satu tokoh dunia yang disebut langsung memuji pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Majelis Umum ke-80…