sustainabilitypioneers – Solar dan Nuklir Jadi Primadona dalam peta investasi energi global tahun 2025. Menurut data terbaru dari IEA, dana yang digelontorkan untuk energi bersih diperkirakan mencapai US$2,2 triliun. Jumlah ini dua kali lipat dari pembiayaan yang masih dialirkan untuk sektor minyak, gas, dan batu bara. Khususnya tenaga surya mengalami lonjakan besar dengan alokasi dana mencapai US$450 miliar. Teknologi nuklir juga mendapat perhatian besar, terutama pada pengembangan reaktor modular kecil yang investasi pembangunannya tumbuh hingga 50 persen. Kenaikan ini menandai pergeseran signifikan dalam arah energi dunia. Namun, di balik pertumbuhan ini, transisi energi belum berjalan secara merata di seluruh belahan dunia. Masih ada ketimpangan yang mengindikasikan bahwa perubahan menuju sistem energi rendah karbon akan membutuhkan waktu lebih lama jika tidak diimbangi dengan kebijakan dan komitmen global yang lebih kuat.
Investasi dalam teknologi surya dan nuklir meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir. Tenaga surya, khususnya, menjadi ujung tombak pertumbuhan energi terbarukan karena biaya produksinya yang kian murah serta kemudahan pemasangan di berbagai wilayah. Selain itu, nuklir kembali menarik minat global setelah dianggap sebagai solusi penyediaan energi bersih dalam skala besar. Fokus kini tertuju pada reaktor modular kecil yang dikembangkan di berbagai negara karena lebih aman dan fleksibel dalam operasionalnya. Lonjakan pendanaan ini mencerminkan semakin seriusnya banyak negara dalam mengejar target dekarbonisasi. Namun, walaupun angkanya besar, sebaran dana masih belum merata secara global. Sebagian besar investasi tetap terkonsentrasi di negara-negara maju, sementara negara berkembang masih mengalami keterbatasan akses dan teknologi. Jika ketimpangan ini terus berlangsung, maka laju transformasi energi dunia akan berjalan tidak seimbang dan menciptakan kesenjangan baru dalam pembangunan berkelanjutan.
Meskipun dana untuk energi bersih tumbuh drastis dan sektor Solar dan Nuklir Jadi Primadona dalam investasi global, pembiayaan untuk energi berbasis fosil tetap signifikan. Negara-negara seperti Tiongkok dan India masih menunjukkan ketergantungan tinggi terhadap bahan bakar fosil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi mereka. Infrastruktur energi fosil yang telah lama terbangun masih dimanfaatkan karena dianggap efisien secara biaya dalam jangka pendek. Proyek batu bara dan gas terus dikembangkan di berbagai wilayah demi menjaga kestabilan pasokan listrik nasional. Situasi ini membuat transisi energi global menghadapi tantangan besar. Saat negara maju mulai meninggalkan bahan bakar konvensional, negara berkembang justru memperpanjang siklus penggunaannya. Ketidakseimbangan ini menunjukkan bahwa strategi global perlu disesuaikan agar seluruh pihak bisa berpartisipasi secara adil dalam proses dekarbonisasi. Peran lembaga internasional sangat dibutuhkan untuk mempercepat transfer teknologi dan pendanaan lintas negara.
“Simak juga: Bespoke AI Samsung Hadir di India: Teknologi Rumah Tangga Masa Depan Telah Tiba”
Ketimpangan dalam pendanaan energi bersih berpotensi memperlebar jurang ketertinggalan antara negara maju dan negara berkembang. Negara-negara di Eropa Barat, Amerika Utara, dan Asia Timur telah mampu menciptakan iklim investasi yang mendukung pertumbuhan energi bersih. Di sisi lain, banyak negara di Afrika dan Asia Selatan masih terkendala oleh regulasi yang belum matang dan ketergantungan terhadap subsidi energi konvensional. Akibatnya, sebagian wilayah dunia dapat bertransformasi dengan cepat, sementara lainnya masih terjebak dalam siklus energi berbasis emisi tinggi. Jika tidak diatasi, hal ini akan memunculkan ketidakseimbangan iklim dan ekonomi yang lebih parah. Penerapan kebijakan insentif pajak dan kredit karbon bisa menjadi solusi awal yang dibutuhkan. Selain itu, pendanaan global untuk riset dan infrastruktur energi bersih perlu diarahkan secara lebih merata agar manfaat transisi energi dapat dirasakan semua kalangan tanpa kecuali.
Salah satu penentu keberhasilan transformasi energi terbarukan adalah keberadaan sistem penyimpanan energi dan infrastruktur yang memadai. Tanpa penyimpanan yang efisien, pasokan energi dari tenaga surya dan angin bisa mengalami gangguan karena sifatnya yang tidak stabil. Oleh karena itu, pengembangan teknologi baterai dan sistem grid pintar menjadi sangat krusial. Negara-negara yang mampu memperluas sistem ini akan lebih cepat dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Beberapa wilayah sudah mulai mengimplementasikan proyek penyimpanan energi dalam skala besar, meskipun masih terbatas di negara-negara berpenghasilan tinggi. Jika pengembangan sistem ini tidak diperluas secara global maka efisiensi energi bersih akan sulit dicapai. Dukungan dari sektor swasta serta pembentukan kemitraan lintas sektor sangat dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur penunjang energi bersih.
sustainabilitypioneers – Pesawat Hidrogen Zero Emission bernama Climate Impulse tengah dikembangkan oleh perintis Swiss Bertrand Piccard bersama timnya. Proyek ini bertujuan…
sustainabilitypioneers – NASA Pantau Emisi Gas Rumah Kaca lewat misi udara yang dilakukan di wilayah Southern California mulai tanggal 29…
sustainabilitypioneers – Emisi Energi Global Cetak Rekor ketika sektor energi dunia mencatat pelepasan karbon dioksida mencapai 40,8 gigaton sepanjang tahun 2024.…
sustainabilitypioneers – HyOrc Perkenalkan Solusi Energi Bersih melalui peluncuran teknologi produksi metanol hijau dan mesin pembakaran berbasis hidrogen. Inisiatif ini menjadi…
sustainabilitypioneers – Batubara mulai ditinggalkan oleh sebagian besar negara di dunia seiring komitmen global terhadap transisi energi bersih. Penurunan kapasitas pembangkit…
sustainabilitypioneers – Inggris Pangkas Green Levy sebagai bagian dari langkah strategis pemerintah untuk menstabilkan biaya energi dan memperkuat sektor industri nasional.…