sustainabilitypioneers – Pengurangan subsidi bahan bakar fosil telah menjadi salah satu topik utama yang disuarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam upaya mempercepat transisi energi global. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, mengungkapkan bahwa subsidi fosil harus dialihkan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pembukaan Sidang Majelis Umum ke-15 Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) yang berlangsung di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) pada Minggu, 12 Januari 2025. Guterres menekankan bahwa peralihan anggaran subsidi bahan bakar fosil ke energi bersih akan mempercepat perubahan menuju sistem energi yang lebih ramah lingkungan.
Guterres menegaskan bahwa langkah untuk mengurangi subsidi bahan bakar fosil merupakan bagian dari upaya lebih besar untuk mendukung transisi energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ia meminta agar pemerintah, sektor bisnis, dan masyarakat sipil bekerja sama dalam mempromosikan peralihan tersebut. Termasuk dengan mengalihkan anggaran yang sebelumnya digunakan untuk subsidi bahan bakar fosil ke investasi dalam energi terbarukan.
“Pemerintah harus mengurangi ketergantungan pada subsidi fosil dan menggantinya dengan investasi pada transisi energi yang lebih bersih. Energi terbarukan tidak hanya menguntungkan bagi sektor energi. Tetapi juga bagi keberlanjutan lingkungan global,” ujar Guterres seperti yang dilaporkan oleh Antara.
Selain memfokuskan pada pengurangan subsidi fosil, Guterres juga menekankan bahwa transisi energi harus memperhatikan keadilan sosial bagi masyarakat yang terdampak. Terutama bagi kelas pekerja dan komunitas yang lebih rentan. Perubahan kebijakan energi, meskipun mendesak, tidak boleh memperburuk ketimpangan sosial. Oleh karena itu, dia menyerukan adanya kebijakan yang mampu melindungi kelompok-kelompok yang lebih rentan dari dampak negatif transisi energi ini.
“Baca juga: Biodiesel B40 Siap Dirilis, Mendorong Transisi Energi Lebih Cepat”
Guterres memberikan gambaran positif mengenai kemajuan penerapan energi terbarukan di seluruh dunia. Meskipun ada perkembangan yang signifikan dalam harga energi terbarukan yang semakin terjangkau dan kompetitif, negara-negara berkembang masih tertinggal dalam hal transisi energi. Sebagian besar negara berkembang menghadapi hambatan utama berupa keterbatasan pembiayaan, yang menghalangi mereka untuk sepenuhnya beralih ke energi bersih.
Guterres menyampaikan bahwa sejak 2016, negara-negara berkembang hanya menerima satu dari lima dolar AS investasi global untuk energi bersih. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam proses transisi energi antara negara maju dan negara berkembang. Hal inilah yang membutuhkan perhatian dan upaya lebih lanjut.
Untuk membantu mempercepat transisi energi di negara-negara berkembang, Guterres menekankan perlunya peningkatan pembiayaan dan dukungan internasional. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memperbesar kapasitas pinjaman dari bank pembangunan multilateral serta meningkatkan pembiayaan konsesi. Selain itu, kebijakan harga karbon yang efektif juga dianggap penting. Dalam rangka untuk memberikan insentif bagi negara dan perusahaan untuk beralih ke energi terbarukan.
“Kita harus meningkatkan kapasitas pembiayaan untuk transisi energi, baik melalui pinjaman multilateral maupun kebijakan harga karbon yang lebih kuat. Ini akan membantu negara-negara berkembang untuk lebih cepat beradaptasi dengan energi bersih,” tambah Guterres.
“Simak juga: Menteri KKP: Gandengan Tangan Mendes-Mentan untuk Pangan”
Sidang Majelis Umum IRENA ke-15 ini menjadi momentum penting bagi negara-negara untuk kembali menilai bagaimana kebijakan energi mereka berkontribusi terhadap perubahan iklim. Guterres menekankan bahwa peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan adalah langkah yang tak terhindarkan untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.
Dengan kerja sama global yang lebih kuat dan komitmen terhadap kebijakan energi yang berkelanjutan, diharapkan dunia dapat mencapai target-target pengurangan emisi karbon. Sebuah hal yang semakin mendesak untuk dipenuhi. Guterres menegaskan, “Era energi bersih telah tiba, dan kita harus bertindak cepat untuk mempercepat transisi energi, baik di negara maju maupun negara berkembang.”
Secara keseluruhan, pengurangan subsidi bahan bakar fosil dan pengalihan anggaran ke sektor energi terbarukan bukan hanya soal kebijakan energi. Tetapi juga bagian dari langkah besar untuk mencapai keadilan sosial dan lingkungan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
sustainabilitypioneers – Konsep Green Building bukan hanya tentang memiliki banyak pepohonan di sekitar gedung. Seringkali, orang berpikir bahwa Green Building hanya…
sustainabilitypioneers – Transisi Energi 2025 akan menjadi titik balik penting dalam upaya dunia mengatasi tantangan perubahan iklim. Di tengah ketidakpastian politik…
sustainabilitypioneers – Tantangan Lingkungan Hidup 2025 menjadi sorotan utama di awal tahun ini, terutama di Indonesia, yang menghadapi dampak serius dari…
sustainabilitypioneers – Transisi energi tertunda, meskipun negara-negara G7 berjanji untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi…
sustainabilitypioneers – Indonesia terima hibah senilai 14,7 juta euro atau sekitar Rp 248,8 miliar dari Uni Eropa (UE) dan Perancis untuk…
sustainabilitypioneers – 10 Tren Konstruksi 2025 menunjukkan bagaimana sektor konstruksi semakin dipengaruhi oleh inovasi teknologi dan pendekatan yang lebih ramah…